Mending Koding - Ngoding Jadi Solusi

First, solve the problem. Then, write the code

Ads Here

Sabtu, 18 September 2021

Melihat Kepanitiaan Mahasiswa Bagaikan Romusha

Mahasiswa yang sekarang ini disebut dengan budak program kerja. Mereka mencurahkan tenaga, pikiran, dan materi lebih dari biasanya. Sebenarnya inilah salah satu peran mahasiswa yang katanya sebagai agent of change yang ingin merubah sebuah sistem di kampus dengan program kerja yang dilakukakannya. Tujuan dari program kerja ini realitanya baik. Namun terkadang mahasiswa yang kurang bertanggung jawab yang memperburuk citra program kerja dimata masyarakat.


Mahasiswa yang tidak bertanggung jawab disini maksudnya adalah tidak melaksanakan kewajiban utamanya sebagai mahasiswa, yaitu urusan akademik. Mereka terkadang lebih mementingkan urusan organisasi. Program kerja ya apalagi. Inilah sebutan budak program kerja ini sangat cocok dan melekat di bahu mahasiswa. sebenarnya pantaskah sebutan itu?

Saya merasakan bahwa menjadi mahasiswa ternyata tidak mudah yang saya pikirkan ketika masih SMA. Ada tuntutan yang menuntut untuk kita berkembang dan berubah menjadi lebih baik saat menjadi seorang mahasiswa. Tuntutan tersebut bisa didapat dari diri kita, teman, keluarga, artikel online yang kita baca bahkan dosen kita. Jawaban dari tuntutan itu sering menjadi kabur ketika kita panik ingin cepat berkembang, tapi bingung dengan cara apa. Hal umum yang dilakukan para mahasiswa untuk menjawab tuntutan tersebut adalah dengan mengikuti organisasi kemahasiswaan.

Saya pernah menjadi anggota salah satu himpunan mahasiswa di kampus saya (saya sedang mendongeng sat ). Tujuan awal ikut organisasi tentu saja ingin berkembang padahal aslinya malas bgt sumpah, memiliki teman yang lebih luas apalagi dikenal satu kampus padahal temen mah itu - itu saja, dan yang pasti pengin menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan pastinya harus SELALU TIPSEN karena ORGANISASI ITU NUMBER 1. Pada dasarnya mahasiswa mengkuti atau menjadi panitia suatu program adalah PENGEN CAPERR dengan alibi ingin memperluas relasi.

Program kerja menjadi semacam pedoman bagi setiap organisasi mahasiswa untuk menjalankan roda kegiatan yang akan dilakukan selama satu tahun ke depan.

Mahasiswa yang terjun dalam dunia organisasi pasti paham bahwa menjadi anak organisasi harus siap ditampar dengan sebutan budak proker. Istilah budak proker menjadi padanan yang tepat betapa tenaga, pikiran, dan uang kita hanya dibayar dengan pujian jika sukses dan kata terus semangat jika gagal. Untung-untung jika dikasih makan tiga kali sehari selama persiapan acara. 

Merasa dikuras energi, waktu, dan pikiran hanya untuk menyukseskan sebuah acara yang akan dilupakan dalam waktu satu minggu. Saya begadang di lokasi acara, duit terkuras hanya untuk menambal biaya peserta yang tidak sesuai target. Bahkan saya harus menyaksikan antara individu satu dengan yang lain saling hujat hanya karena merasa lelah dengan yang namanya acara dan kepanitiaan.

Kerja terpaksa yang dilakukan hanya untuk menyukseskan acara ternyata sangatlah mirip dengan kerja paksa yang dilakukan untuk menjajah suatu bangsa. Menjadi panitia acara adalah sebuah pengalaman yang tentu memberikan banyak pengalaman. Dan tentu juga memberikan banyak penderitaan yang dikompensasi dengan sertifikat.

Berkecimpung dalam kepanitiaan dan menjadi budak proker ternyata tidak lebih baik dari perbudakan rodi dan romusha. Jika rodi dan romusha adalah sebuah proses bangsa ini untuk lepas dari yang namanya penjajahan dan menghapus sistem perbudakan. Proker dan segala job list-nya bagi mahasiswa yang menjadi panitia adalah proses berdarah-darah guna lepas dari rasa takut tidak berkembang saat menjadi mahasiswa. Padahal kepanitiaan dan proker yang kita pikirkan siang dan malam tersebut hanya menjadi bagian kecil dari kehidupan mahasiswa yang ujungnya sudah pasti: lulus dan ingin mendapatkan pekerjaan. Memperbudak diri saat menjadi panitia acara nyatanya sangat menyakitkan jika setelahnya tidak mendapatkan apa-apa.

Bagi saya, pengalaman saya selama satu tahun di himpunan mahasiswa sudah menjadi paket lengkap. Pasalnya dengan begitu, saya bisa lebih memahami bagaimana berorganisasi, berkomunikasi, dan bekerjasama yang baik dan benar. Bahwa kerugian-kerugian pun faktanya tidak akan pernah lepas dari keuntungan yang saya dapatkan selama menjadi anggota himpunan mahasiswa dan panitia selama satu tahun.

Jangan lupa, semua yang telah kita lakukan dalam hidup akan menjadi kenangan yang bisa kita tertawakan dan banggakan di masa depan kelak. Rodi, romusha, dan kepanitiaan mahasiswa adalah sebuah benang merah sistem perbudakan yang punya sejarah berbeda dan tentu dengan kepentingan yang berbeda pula. Persamaannya hanya satu, untuk menyukseskan setiap “acara”.

Jika Belanda punya rodi, Jepang punya romusha, dan Indonesia tentu punya kepanitiaan mahasiswa.

Sudahkah anda menjadi mahasiswa yang seperti diatas ? komen dibawah sat!

Refrence : Mojok.co

Tidak ada komentar:

Posting Komentar